Koran Palembang Ekspres
Grup Sumatera Ekspres
------------------------------------------------
Kampung Baru, Lokalisasi
Yang Pura-Pura Ditutup
Lebih dari enam tahun, Kampung Baru di Jalan Kol H Barlian Km 9, Sukarami resmi ditutup, tapi sejak penutupan itu aktivitas di dalam kampung tetap berjalan seperti biasa hingga saat ini. Para pekerja seks di dalam kampung yang dulu beken dengan sebutan “Teratai Putih” itu hingga saat ini masih beraktivitas seperti biasa.
-----------
Hanya PSK-nya saja yang berganti-ganti, dan papan penutup yang dipasang pemerintah provinsi saat Gubernur Sumsel dijabat Rosihan Arsyad, per 1 Januari 2002, nampaknya hanya formalitas belaka.
Aktivitas di dalam kampung, siang hari memang tak menampakkan bahwa Kampung Baru adalah kampung lokalisasi, karena para wanita pekerja seksnya (PSK, red) tinggal bercampur baur dengan masyarakat di sekitarnya.
Disiang hari, suasana di dalam kampung layaknya suasana di pemukiman warga pada umumnya. Tapi di malam hari, sejak pukul 18.00 Wib hingga dini hari pukul 02.00 Wib, kampung ini berubah menjadi lokalisasi yang sesungguhnya.
Para wanita penghibur terlihat duduk berjejer di depan rumah-rumah warga, mengenakan pakaian yang ketat dan seksi. Para wanita ini sebagian ada yang datang dari luar kampung, tapi ada juga sebagian bermukim disana. Ada wanita lokal, dan ada juga yang datang jauh dari pulau Jawa.
Menjelang Magrib, puluhan wanita yang tinggal diluar kampung biasanya sudah mulai datang. Mereka tiba berboncengan, dengan para mucikarinya dan menumpang ojek menuju kampung baru. Selanjutnya beraktivitas menerima tamu hingga dini hari.
Aktivitas di dalam kampung juga beragam, wanita PSK-nya juga macam-macam, ada yang muda dan ada juga yang sudah ubanan. Tapi bedanya, kampung baru terkini sangat bising.
Musik remix hinggar bingar ditabuh dimana-mana. Suaranya seperti saling bersaing, dan rumah-rumah para mucikari juga banyak yang disulap menjadi ruang diskotik dan kafe, lengkap dengan lampu-lampu warna-warni, dan rata-rata memang demikian.
Para tamu juga bebas berjoget, memboking cewek yang menunggu diluar ruangan kafe. Tarifnya juga beragam, untuk satu kali “main” atau biasa disebut short time Rp 75 ribu, dan sampai nginap Rp 150 ribu. “Tapi yang itu tadi, bagi PSK “pemain lama”, yang sudah berumur biasanya sampai “banting harga”,” kata salah seorang pengunjung.
Tapi, untuk kencan lebih jauh, para PSK di kampung baru ternyata ada juga yang jual-jual mahal. “Ya, biasanya kalo belum kenal betul dianya (PSK, red) dak mau,” kata seorang ibu penjaga warung. “Memang, ada juga tamu yang jadi kesal maksa mau “main” (berhubungan, red), tapi ya itu tadi kalau belum kenal mereka juga dak mau,” ulasnya.
Ibu penjaga warung ini mengaku sudah 5 tahun bermukim di kampung baru. Ia memulai usahanya dengan berdagang kacang rebus keliling kampung pada malam hari. Lambat laun ia bisa menabung dan membeli warung kecil di dalam kompleks.
“Waktu ribut-ribut kampung ini mau ditutup tahun 2000, Saya dapat beli warung ini dengan harga murah, karena orangnya terburu-buru mau pindah,” ungkapnya..
Dulu, kata ibu yang enggan namanya dikorankan itu, suasana di dalam kampung saat penutupan sempat “panas”. Aksi penolakan juga marak bermunculan, karena penghuni lokalisasi tak mau di relokasi ke tempat lain.
“Janji pemerintah waktu itu juga macam-macam. Kita mau dikasih usaha ternak ayam dan lain-lain, bahkan ada kabar tempat ini akan dijadikan tempat karaoke, tapi dak ada realisasi sampai sekarang,” katanya.
Waktu gencar akan dilakukan penutupan, gencar sekali ada isu cuka para, jadi petugas yang akan menutup kampung baru malah kocar kacir ketakutan. “Ya pokoknya sampai sekarang ngak ada lagi razia masuk kesini,” ujarnya.
Nah, di bulan puasa, biasa aktivitas PSK dikampung baru tetap berlangsung seperti biasa. Tapi yang beda, musik remixnya agak berkurang. Dan para pria hidung belang juga masih banyak yang datang.
Salah seorang PSK yang dibincangi mengaku kerasan karena selama di kampung baru nyaris tak pernah ada razia dari petugas. Warga di kampung baru, katanya, juga sangat bersahabat dengan pendatang.
“Orang yang tinggal disini juga dari mana-mana, ada yang dari pulau Jawa, Sunda, Madura, Makasar, pokoknya macam-macam mas,” katanya..
Diketahui, surat keputusan Gubernur Sumatera Selatan No. 573 tahun 2000, tentang Penutupan Kawasan Lokalisasi Teratai Putih memang tak bisa dilaksanakan hingga saat ini.Transaksi seks di kampung baru ini terus saja berlangsung.
Pemerintah kota Palembang juga mengaku sudah kewalahan melakukan penertiban. Lokalisasi wanita tunasusila di Teratai Putih saat ditutup terdata sebanyak 500 WTS dan 100 mucikari. Dan saat ini jumlahnya tidak jelas berapa banyak, karena pemerintah juga belum melakukan pendataan. (TIM)
Comments