Puasa, Puasa, Puasa

Ramadan dan

Pribadi Pilihan

Prof Jalaluddin

Puasa Ramadan merupakan salah satu dari prinsip ajaran, atau rukun Islam yang lima. Pernyataan Allah yang lazim dikaitkan dengan ibadah puasa Ramadan, sebagaimana tercantum dalam makna firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS 2: 183).

Dari makna firman ini termuat beberapa kata kunci. Pertama, bahwa puasa Ramadan adalah ibadah wajib. Kedua, seruan untuk menunaikan ibadah ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman. Ketiga, ibadah puasa itu sendiri bukan sesuatu yang baru, melainkan sudah diberlakukan kepada umat-umat lainnya sejak zaman dahulu kala. Keempat, tujuan akhir dari ibadah puasa Ramadan ini adalah tercapainya peringkat takwa.

Berangkat dari keempat kata kunci tadi, maka ibadah puasa hanya diperuntukkan bagi kategori orang-orang tertentu. Hanya untuk mereka yang beriman. Secara etimologis (makna kata), iman berarti “pembenaran” atau “pembenaran hati terhadap apa yang didengar oleh telinga”.

Dalam terminologi Islam, iman mengacu kepada “pembenaran” terhadap segala yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw yang menyangkut rukun iman, yakni percaya akan (1) Keesaan Allah; (2) Wujud malaikat; (3) Kitab-kitab Suci; (4) Nabi/Rasul-rasul Allah; (5) Hari Kemudian; dan (6) Qada serta qadar-Nya (M Quraish Shihab, 1997).

Ternyata ibadah puasa bukan ibadah sembarangan. Juga bukan ibadah asal-asalan. Siapa saja boleh ikut. Tidak seperti halnya penumpang opelet, bus kota, atau kereta api. Siapa mau boleh naik. Malah terkadang ada yang tak beli karcis. Ibadah puasa tidak semurah meriah itu. Bila mau ikut, harus “ngaca diri” dulu. Sudah termasuk kategori orang-orang beriman atau belum? Kalau belum, sebaiknya mengundurkan diri saja atau pikir-pikir dulu. Sebab bakal percuma. Cuma ikut-ikutan. “Berapa banyak orang yang berpuasa, yang cuma dapat lapar haus saja”.

Setiap tahun, saat Ramadan tiba, ikut-ikutan makan sahur. Siang dimanfaatkan untuk tidur. Meniru kebiasaan kelelawar. Bangun menjelang berbuka. Segala macam hidangan disantap. Rakusnya bukan main. Perut buncit, sampai-sampai susah bernafas. Kebiasaan ini terus berlangsung selama Ramadan. Menjelang akhir, kegiatan diarahkan untuk belanja Lebaran. Keluar masuk swalayan guna memborong bahan-bahan keperluan Lebaran.

Kebiasaan seperti ini, bagaimanapun tak bakal mengarah pada tujuan akhir ibadah puasa itu sendiri, yakni “terbentuknya“ pribadi-pribadi yang takwa. Pribadi-pribadi yang hanya mungkin terwujud dari mereka yang beriman. Cerminan kepribadian orang-orang yang mampu memelihara nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa itu sendiri. Mampu menahan godaan nafsu biologis hewani, serta mampu mengendalikan diri.

Pribadi yang takwa, setidaknya ditandai oleh kesediaan untuk menginfaqkan harta baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit, mampu mengekang amarah, serta mampu memaafkan kesalahan orang lain. Memang terasa berat bagi yang masih awam, bagi mereka yang beriman, semuanya terasa ringan. Sebagai latihan untuk meningkatkan kepribadian. Itulah nikmatnya ibadah puasa. (*)

Comments