Sudah 40 hari, H Suparno Wonokromo meninggalkan kita. Almarhum telah dipanggil
oleh Yang Maha Kuasa. Jasa dan amal baiknya akan dikenang selamanya. Semoga
husnul khotimah. Diterima oleh Yang Maha Kuasa. Dan mendapatkan Syafaat
Rasulullah Saw. Alluhummaghfirlahu warhamhu waafihi wak’fuanhu. Aamiin. Ya
Allah, ampunilah dia. Rahmatilah dia. Berilah dia kesejahteraan. Dan maafkanlah
kesalahannya.
Ya. H Suparno Wonokromo, adalah pimpinan Sumatera Ekspres Gup.
Wajar di Graha Pena, kantor Sumatera Ekspres Grup, Jalan Kol H Barlian 773,
cukup familiar. Sangat akrab dengan karyawan. Namun, akrabnya bukan kepada
bagian tertentu saja. Kepada siapa pun, bagian apa pun. Mulai karyawan bagian
iklan, ekspedisi, pemasaran, redaksi, sampai umum, office boy, security.
Dan
kalau bertemu, sering memegang pundak. Menepuk-nepuk bahu, sambil tersenyum
mengatakan “Gimana Dek”, dan kata itu sering terdengar di telinga karyawan.
Karena akrab, memanggil apa pun kepadanya tak dipermasalahkan. Ada yang
memanggil Mas Parno, Pak Parno, dan ada yang memanggil Bos Parno. Ada juga
memanggil Ki Suparno karena memang seorang dalang. Namun hanya orang tertentu
saja. Semisal ketika ada pentas wayang. Ucapan duka cita di rumah almarhum
Ngawi.
Kalau rapat di kantor Grup Sumatera Ekspres di daerah pun demikian. Akrab
dan selalu menanyakan kabar. Sehingga ada yang mengatakan, H Suparno bukan hanya
pimpinan. Tapi juga kawan dan saudara. Diketahui, Sumeks Grup saja di Sumsel ada
puluhan perusahaan. Sumatera Ekspres (Sumeks), Palembang Ekspres, Palembang Pos,
Palembang Tv, Radar Palembang, Prabumulih Pos, Enim Ekspres, OKU Ekspres, OKU
Timur Pos, Harian OKU Selatan, Lahat Pos, Rakyat Empat Lawang, Harian Banyuasin,
Pagaralam Pos, Linggau Pos, Silampari TV, Radio Pentas Prabumulih, Radio Sumeks.
Harian Muba. Sumeks Co dan beberapa media online lainnya.
Kembali ke Pak Parno.
Saya sendiri biasa memanggil Pak Parno. Kenapa? Ya, tak ada alasan khusus.
Nyaman saja. Yang penting bukan memanggil nama langsung. Karena beliau adalah
atasan saya. Berbeda dengan kawan -kawan di Sumatera Ekspres, seperti Pipit,
Mbak Tris, Mbak Wiwik, Hanida Syafrima, Mas Dahri Maulana, ataupun Mas Muntako.
Mereka sering memanggil Mas Parno. Barangkali ya itu akrab.
Tak dipungkiri, ada
juga yang memanggil nama Suparno. Ketika ada kawan yang tak cocok dengan
gagasan-gagasannya. Mungkin ketika sedang emosi memanggil Pak Parno dengan
Suparno. Ataupun mungkin merasa sama. Ataupun ketika sedang bergurau.
Pak Parno,
masuk Sumatera Ekspres menjadi GM ditunjuk oleh Bos Dahlan. Pak Parno bukan
orang yang asing di wilayah Sumatera. Karena sudah lama menangani koran di
Bengkulu, Semarak. Grup Jawa Pos National Network, JPNN waktu itu. Saya memang
tak langsung mengetahuinya.
Wajah, gaya Pak Parno, waktu masuk Sumatera Ekspres.
Saya sedang ditugaskan liputan di Lubuk Linggau. Sebagai wartawan daerah, untuk
beberapa bulan. Jadi, peliputan dikomandoi oleh para redaktur senior. Seperti
Mas Tanto, Mas Dahri Maulana, Pak Syafik Gani, Pak Anwar Rasuan. Jadi saya awal
mengetahui sosok Pak Parno di Sumatera Ekspres dari teman redaksi.
Liputan
berita saya dari daerah banyak yang menonjol. Seperti pembunuhan sekeluarga di
Rejang Lebong. Liputan Napalicin. Perampokan emas di Lubuk Linggau. Sering
dimuat di Harian Semarak, dan yang utama tentunya Sumatera Ekspres. Kedua koran
itu di bawah pimpinan Pak Parno. Saya di Lubuk Linggau juga mendengar Pak Parno
sering marah-marah kalau ada yang tidak disiplin. Baik di redaksi atau di
percetakan, iklan atau pemasaran.
.
Dan ketika saya selesai tugas di Lubuk Linggau. Saya kembali ke Palembang. Saya
tidak di redaksi. Tapi, saya di percetakan. Bagian saya operator mesin dan
montage. Montage adalah menyusun, memasang kalkir atau film yang sudah di-print.
Kemudian disusun berdasarkan halaman koran. Proses pracetak.
Saat saya di
percetakan ini sering melihat Pak Parno datang. Antara jam 02.00 WIB sampai
Subuh. Jam-jam tersebut bagian percetakan sangat sibuk. Nyetel folder,
menghitung eksemplar koran, memasang kertas atau webbing. Dan mengecek hasil
cetakan. Pak Parno sering datang bercelana pendek dan memakai kaus oblong. Tak
bermerek. Sandalnya pun jepit. Berbeda dengan karyawan seperti Mas Zajuli yang
sering memakai kaus Umbro, Levis, Poshboy ataupun Adidas. Dan berbeda juga
dengan bagian redaksi yang sering memakai Guess, Adidas, Jova dan Levis. Setelah
Pak Parno masuk percetakan dan melihat suasana mesin langsung duduk di depan
folder. Saya ingat waktu itu mesin WEB-nya Goss Community.
Ketika Pak Parno
datang saya sering mendengar, “Mana dek saya bantu ngepak. Mana dek saya bantu
ngitung koran.” Pak Parno kemudian duduk di dekat folder. Tempat keluarnya
koran. Berdekatan dengan Mas Zajuli (Sekarang Direktur Percetakan) yang juga
menghitung koran lebih dahulu. Aktivitas Pak Parno itu sering dilakukan.
Bukan
sesaat saja. Pak Parno saat di percetakan juga sering bertemu agen. Dan akrab.
Ketika ada permasalahan atau informasi dari agen koran langsung bisa
didiskusikan. Makanya agen-agen koran juga sangat dekat dengan beliau. Kenepa
bisa ketemu agen langsung? Ya, Karena waktu itu awal-awal koran Sumatera Ekspres
dicetak, para agen langsung bisa mengambil di gudang percetakan. Hampir setahun
saya di percetakan. Terus pindah lagi ke redaksi.
Kenapa pindah ke redaksi lagi?
Panjang ceritanya. Intinya saya sering membantu ngoreksi saat montage kalau ada
huruf salah sebelum cetak. Terus saya sering memberi masukan ke redaksi. Dan Mas
Ali Fauzi, Pemimpin Redaksi waktu itu menempatkan saya di redaksi lagi,
floating. Tentunya dengan target liputan yang menonjol. Dan ditugaskan kemana
pun harus oke.
Pindah di redaksi bertemu Pak Parno lagi. Semua karyawan redaksi
sering dipanggil duduk di sampingnya. Termasuk Saya. Tulisan dikoreksi. Kalau
belum lengkap diminta menghubungi narasumber berkali – kali. Pak Parno memang
bisa mengoreksi semua berita. Bidang apa saja. Tapi yang paling mahir, berita
kasus, investigasi atau kriminal. Sering berpesan. ”Kalau membuat berita itu
mengalir seperti air gitu, dek.”
Olahraga adalah hobinya. Pak Parno juga sering
melihat live di tv menonton Liga Italia, Liga Inggris, Spanyol atau liga yang
lain di ruang redaksi. Dan kalau belum ada berita kiriman dari jaringan JPNN,
beliau langsung mengetik untuk terbit paginya. Bahkan sering juga menonton Liga
Italia, sambil mengetik. Karena prediksinya, kalau menunggu kiriman dari kantor
berita terlalu lama. Padahal jadwal cetak sudah menanti. Mengejar deadline dan
menyajikan yang terbaru. Maklum, kala itu berita online belum se-update
sekarang.
Prinsip pelajaran dari Pak Parno, yang sering diucapkan, “Tak ada
gunanya berita bagus tapi muatnya telat.” Saya pernah liputan kriminal yang
menghebohkan. Pembunuhan dengan korban dimutilasi, di Sungai Gerong. Korbannya
bernama Arpan dan pelakunya Jurit Cs. Belakangan pelaku tersebut divonis mati,
di Nusa Kambangan.
Beberapa hari liputan di Sungai Gerong Banyuasin, saya naik
sepeda motor. Dan hasilnya menurut Pak Parno masih kurang bagus. Akhirnya Pak
Parno langsung berangkat ke lokasi korban membawa mobil sedan Corolla ke lokasi
tempat pembunuhan. Meski GM tak sungkan. Pak Parno wawancara langsung, dengan
para saksi secara detail, di persawahan Jalan Torpedo Sungai Gerong itu.
Setelah
sampai kantor, data dikumpulkan dan langsung diketiknya sendiri. Saya disuruh
duduk di belakangnya sambil melihat kalimat dan diksi yang diambil. Berita
heboh. Tulisan mengalir. Ber-angel-angel. Dan sorenya, Pak Parno mengecek ke
bagian pamasaran. Agar kawan- kawan agen yang dekat dengan lokasi bisa nambah
oplah koran untuk dijual di pasaran.
Bagi saya Pak Parno juga orang yang tak
ingin diam. Itu saya alami ketika beliau pulang dari daerah, atau pulang dari
Jakarta. Beliau bukan langsung ke rumah. Tapi ke kantor dulu. Beliau juga sering
bertanya kepada saya? Ada berita baru apa dek Mahmud. Apa yang baru. Ya,
kebetulan waktu itu saya lagi megang Rubrik Haji. Isinya laporan haji dari Tanah
Suci Mekah. Saya bilang ada jemaah haji asal Baturaja sudah dinyatakan wafat
pak, di manifest. Tapi saya dapat info dia masih hidup diterbangkan dari Jeddah
ikut kloter Jakarta – Bengkulu.
Sudah dinyatakan meninggal kok hidup dek? Gimana
Depag ini? Bagus itu dek? Pak Parno pun langsung ganti mengeditnya berita itu.
Kemudian saya di belakangnya melihat berita yang diedit.
Besoknya saya
diproyeksikan untuk melacak dan wawancara dengan jemaah tersebut ke Baturaja.
Naik travel ke kota Baturaja , karena jalan menuju alamat jelek, pilih jalan
kaki dan naik ojek. Apa pun caranya, kata Pak Parno harus dapat. Saya di
Baturaja ditemani wartawan Syamsul Fikri. Karena Syamsul ngepos di Baturaja
waktu itu. Hasilnya liputan itu menjadi berita besar. Dan berangel – angel.
Berdampak ke oplah dan penjualan koran. Judulnya agak menarik. Jemaah Haji
Dinyatakan Wafat, Hidup dan Muncul Kembali.
Begitu juga pada berita lain yang
nilainya tinggi. Seperti berita pembunuhan yang heboh di lift Internasional
Plaza (IP) Palembang. Pak Parno sering turun dan memberikan proyeksinya. Saya
disuruh kejar terduga pelaku yang lari ke Cisarua. Dan targetnya harus dapat.
Saya belum pernah naik pesawat, Pak? Tidak apa-apa. Ndak usah takut,” katanya.
Waktu itu pesawatnya Merpati landing di Bandung.
Gerbong redaksi pun terus
bergerak. Dan Pak Parno mulai sibuk di WSM Grup. Mas Ali Fauzi Pimred Sumatera
Ekspres ditugaskan ke koran Jambi Independent. Pak Subki Sarnawi kemudian
menggantikan menjadi GM Sumatera Ekspres. Dan saya menjadi Pimpinan Redaksi
Sumatera Ekspres. (Saat ini ditugaskan ke online, sumeks.co)
Banyak kebersamaan
dengan Pak Parno yang belum bisa saya tulis semua. Ilmunya maupun sikapnya. Mau
diakui atau tidak, Pak Parno telah menjadikan saya seperti saat ini. Menjadikan
kita semua lebih baik. Allahuma Laa tahrimna ajrohu wa laa taftinna bakdahu
waghfirlana walahu. Ya Allah, Janganlah kiranya pahalanya tidak sampai
kepadanya. Atau janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya. Dan janganlah
Engkau memberikan kami fitnah sepeninggalnya. Ampunilah kami dan ampunilah dia.
(Mahmud)
Comments